Kamis, 02 April 2009

Mukaddimah

Segala puji hanyalah bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala semata. Kami se-nantiasa memuji-Nya, memohon pertolongan serta meminta ampunan kepada-Nya. Kami memohon perlindungan kepada-Nya dari kejahatan yang dibisikkan oleh jiwa-jiwa kami, serta dari keburukan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah berikan hidayah, niscaya tiada satu orang pun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, niscaya tiada seorang pun yang dapat memberinya hidayah.
Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang ber-hak diibadahi dengan benar selain Allah Subhanahu wa Ta'ala semata, tiada sekutu baginya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam adalah seorang hamba dan utusan-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah atas junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, atas segenap keluarga serta seluruh sahabat beliau.
Amma ba'du,
Wahai pembaca yang mulia, sebelumnya kami ucapkan: Salamun 'Alaikum wa Rahmatullahi wa Bara-kaatuhu,
Sudah kita maklumi bersama bahwa banyak sekali tipu daya setan untuk menyesatkan bani Adam. Oleh sebab itu, saya katakan dengan serta merta meminta pertolongan kepada Allah, bahwa panah-panah setan tersebut sangat banyak. Panah yang dapat melumpuh-kan mangsanya sehingga tidak kuasa berbuat kebaikan dan mampu menggiringnya untuk selalu mengikuti hawa nafsu serta berkhayal yang muluk-muluk. Jika se-buah panah meleset dari sasarannya, pasti akan diikuti dengan panah kedua, ketiga dst. Syair di bawah ini sangat tepat untuk menggambarkan hal itu:
"Sekiranya hanya sebuah panah niscaya akan dapat kuelakkan.
Namun begitu satu meleset maka dua, tiga pun terbilang."
Saudaraku yang mulia, membebaskan diri dari segala cela dan menghindar dari panah tipu daya setan adalah fase yang sangat menentukan dalam membentuk pribadi yang luhur dan terbina. Terutama bagi yang mencanangkan dirinya berada di jalur dakwah menuju Dienullah. Fase tersebut ibarat gerbang yang harus dilewati menuju pembentukan diri. Yakni membebaskan diri dari segala cela merupakan gerbang menuju pribadi mulia, yang akan membentuk akhlak dan tutur kata yang luhur.
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah pernah menulis surat kepada para gubernur di seluruh wilayah kekuasaannya sebagai berikut:
"Jangan sampai ada perkara yang lebih penting un-tuk kamu perhatikan selain perkara dirimu! Sebab sekecil apapun dosa itu, tetap tidak pantas untuk disepelekan."
Beliau memandang bahwa seluruh dosa, yang besar maupun yang kecil, tetap menjadi beban berat bagi diri. Pokoknya selama bumi masih berputar, Umar bin Abdul Aziz dan kaum salaf lainnya senatiasa menjaga diri dari segala dosa-dosa, yang besar maupun yang kecil. Se-orang penyair menitipkan pesan lewat sebuah syair:
Jauhkanlah dirimu dari segala dosa, yang besar mau-pun yang kecil, itulah hakikat takwa.
Jalanilah kehidupan bagaikan orang yang me-nempuh jalan penuh onak dan duri, senantiasa berhati-hati dari bahaya yang dilihat.
Janganlah engkau remehkan dosa sekalipun kecil, bukankah gunung yang menjulang tinggi berasal dari kerikil-kerikil kecil yang terhampar?
Setiap kali kita mengingat keadaan kaum salaf rahimahumullah, lalu kita bandingkan dengan keadaan diri kita, semakin terkuaklah borok-borok diri. Kita teringat ucapan Abdul Aziz bin Abi Rawwad rahimahullah, ia berkata: "Setiap kali kita mengingat keadaan kaum salaf, maka akan kelihatan kekurangan kita." Bagaimana pula jika dibandingkan dengan keadaan kita yang hidup di zaman sekarang ini? Hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala semata kita memohon pertolongan.
Dalam buku yang sederhana ini kami akan menge-tengahkan kepada para pembaca beberapa panah-panah yang dilepaskan setan dan bala tentaranya yang diperankan oleh sebagian manusia, hingga mereka menjadi penyakit yang sering dikeluhkan masyarakat./

PANAH PERTAMA:

1- Tidak Hati-hati Dalam Berbicara dan Berjanji

Banyak sekali orang yang mengeluhkan masalah ini. Masih sering kita jumpai seseorang yang membuat janji kepada saudaranya sesama muslim, namun ia tidak menaruh perhatian terhadap janjinya itu, bahkan sering kali ia langgar atau terlambat menepatinya. Lebih parah lagi kadang kala ia malah meniatkan melanggar perjan-jian itu tanpa mempedulikan akibatnya dan tanpa mem-perhitungkan pahala yang bakal diperoleh dari menepati janji. Lucunya terkadang ia malah menggerutu bila janji-janji itu ditepati sambil mengolok: "Apakah kita harus berlagak kebarat-baratan?" Apakah ia lupa atau pura-pura tidak tahu bahwa menepati janji adalah salah satu keistimewaan kaum muslimin. Kalau tidak percaya, silakan buka lembaran-lembaran sejarah dan biografi tokoh-tokoh Islam dalam hal menepati janji. Perlu di-ketahui, ketika kaum muslimin meremehkan masalah ini, musuh-musuh Islam justru mencaploknya. Sehingga sangat disayangkan bila mereka mengambil intinya se-mentara kaum muslimin kebagian kulitnya saja.

2- Terburu-buru Dalam Memvonis Tanpa Cek dan Ricek (Tabayyun) Terlebih Dahulu

Berapa banyak kita jumpai orang-orang yang menim-bang dengan dua timbangan (tidak fair dalam memvonis orang). Mereka membuat-buat tuduhan lalu menjatuhkan vonis secara keji. Jika ditanya tentang alasannya, tanpa malu-malu mereka berkata: "Begitulah dugaan saya!" "Kata orang demikian!" "Aku dengar orang-orang berkata begitu!"
Bila ditanya tentang seseorang, ia langsung mem-vonis "Ia seorang ahli bid'ah!" atau yang lebih parah dari itu. Tanpa ragu ia memvonis fasik atau memvonis kafir orang lain. Jika engkau tanya: "Siapakah orang yang memberi tahu kamu hal ini, apa bukti kamu?" Ia akan terdiam seribu bahasa. Apakah mereka lupa atau tidak tahu bahwa tabayyun termasuk manhaj (prinsip) Ahlus Sunnah wal Jama'ah? Simaklah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala berikut ini:
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada-mu orang fasik membawa suatu berita, maka perik-salah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengeta-hui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (Al-Hujurat: 6)
Sungguh sangat mengherankan bila musuh-musuh Islam dengan beragam tingkatannya dapat terhindar dari kebenciannya sementara saudara-saudaranya seiman tidak dapat terhindar dari itu?!
Sikap mereka itu mengingatkan saya kepada sindiran salah seorang tokoh salaf ketika mendapati seseorang mencela saudaranya seiman. Ia katakan kepada orang yang mencela itu: "Apakah engkau pernah memerangi pasukan Romawi?" "Belum!" jawabnya. "Apakah engkau pernah berperang melawan tentara Parsi?" tanya beliau lagi. "Belum!" jawabnya. Beliau lantas berkata: "Subha-nallah, musuh-musuh Allah dapat terhindar dari ganggu-anmu sementara saudaramu seiman tidak!?" Lalu beliau membacakan ayat:
"Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya." (Al-Maidah: 74)
Tidakkah mereka mengetahui bahwa setiap muslim akan dimintai pertanggungjawaban atas seluruh ucapan-nya?
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (Qaaf: 18)

3. Berlaku Aniaya Dalam Pertengkaran dan Tidak Memperhatikan Etika Dalam Berbeda Pendapat

Sebagian orang ada yang begitu tertambat hatinya dengan sebuah pendapat. Kadangkala ia menetapkan wala' dan bara' atas dasar pendapat tersebut. Konsepnya me-ngatakan: "Jika kamu tidak bersamaku, maka engkau adalah musuhku!" Oleh sebab itu ia tidak mau berge-ming dari pendapat itu meskipun sejengkal, atau paling tidak mengatakan bahwa pendapatnya itu mungkin salah! Kadangkala ia mencampuri masalah niat dan menebak-nebak isi hati orang lain. Terkadang ia juga mendikte dengan apa yang sebenarnya tidak diyakini oleh seterunya itu, atau dengan cara-cara keji lainnya.

4. Mendengarkan Isu dan Kabar Dusta

Sekarang ini banyak kita temui orang yang suka mendengar kiri kanan, suka mendengar isu-isu dari setiap orang. Kemudian ia menyebarkan seluruh yang didengarkannya tanpa rasa takut dan bersalah. Kadang-kala sebuah berita dusta yang bersifat adu domba disampaikan kepada seseorang, lalu ia sebarkan berita itu seolah-olah sebuah kebenaran yang nyata. Realita yang sering kita temui pada hari ini cukup sebagai buk-tinya.

5. Pilah-pilih Amal Ketaatan

Yaitu memilih amalan-amalan ketaatan yang sesuai dengan dorongan hawa nafsunya saja. Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Orang yang bijaksana adalah yang mengoreksi dirinya dan segera beramal sebagai bekal untuk hari Akhirat. Dan orang yang lemah adalah yang selalu memperturutkan hawa nafsu, di samping itu ia mengharapkan berbagai angan-angan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala." (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)
Oleh sebab itu pula, sebagian orang hanya meng-ikuti kebenaran yang sejalan dengan hawa nafsunya. Kalau tidak sejalan, maka ia akan menoleh ke kiri dan ke kanan mencari tempat bersandar. Sebagian ulama salaf ada yang berkata: "Hawa nafsu dapat menjadi ilah yang disembah-sembah. Kemudian ia membaca ayat:
"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menja-dikan hawa nafsunya sebagai ilahnya." (Al-Jatsiyah: 23)